Selasa, 20 September 2016

Cara Sederhana Mencintai Alam Indonesia


Indonesia adalah negeri yang dianugerahi alam indah dengan sumber daya alamnya yang beragam nan berlimpah. Tempat bagi 25% aneka spesies dunia hidup dan berkembang biak. Juga merupakan tempat di mana langit biru, air jernih, udara segar, angin sejuk dan hangatnya sinar mentari berada. Tak heran bangsa asing sering dibuat mabuk kepayang olehnya. Namun tingkat kesadaran peduli lingkungan yang rendah dan berbagai faktor lain, termasuk kepadatan penduduk, membuat alam Indonesia rentan mengalami kerusakan. 

Dewasa ini, penggunaan styrofoam di Indonesia kian marak. Mulai dari restoran sampai ke penjaja makanan di pinggir jalan menggunakan bahan ini untuk membungkus makanan atau minuman mereka. Di antara alasannya yaitu tidak mengetahui bahaya styrofoam, lebih praktis, tampilannya lebih baik dan tidak ada keluhan dari pelanggan. Padahal di balik penggunaan kemasan itu ada bahaya besar yang mengancam baik bagi alam maupun bagi kesehatan.

Data EPA (Enviromental Protection Agency) di tahun 1986 menyebutkan, limbah berbahaya yang dihasilkan dari proses pembuatan Styrofoam sangat banyak. Hal itu menyebabkan EPA mengategorikan proses pembuatan Styrofoam sebagai penghasil limbah berbahaya ke-5 terbesar di dunia. Selain itu, proses pembuatan Styrofoam melepaskan 57 zat berbahaya ke udara dengan bau yang tak sedap dan dapat mengganggu pernapasan. Styrofoam  yang sudah jadi berbahaya karena terbuat dari butiran-butiran styrene yang diproses dengan menggunakan benzana (alias benzene). Padahal benzana termasuk zat yang bisa menimbulkan masalah pada kelenjar tiroid, mengganggu system syaraf sehingga menyebabkan kelelahan, mempercepat detak jantung, sulit tidur, badan menjadi gemetaran, dan menjadi mudah gelisah. Pada beberapa kasus, benzana bahkan bisa mengakibatkan hilang kesadaran dan kematian. Saat benzana termakan, zat ini akan masuk ke sel-sel darah dan perlahan-lahan akan merusak sumsum tulang belakang. Akibatnya produksi sel darah merah berkurang dan timbulah penyakit anemia. Efek lainnya, system imun akan berkurang sehingga si pengonsumsi mudah terinfeksi bakteri atau virus penyakit. Pada wanita, zat ini berakibat buruk terhadap siklus menstruasi dan mengancam kehamilan. Zat ini juga telah terbukti dapat memicu kanker payudara dan kanker prostat, sehingga beberapa lembaga dunia seperti World Health Organization’s International Agency for Research on Cancer dan EPA (Enviromental Protection Agency) telah mengategorikan Styrofoam sebagai bahan karsinogen (bahan yang dapat menyebabkan kanker).

Plastik kresek berikut kemasan-kemasan plastik lainnya pun tidak mau kalah mendominasi daftar sampah yang sulit didegradasi oleh alam. Menurut Mark Loch, peneliti dari University of Hull, saat ini manusia menghasilkan 300 juta ton sampah plastik setiap tahunnya. World Economic Forum (WEF) bahkan memperingatkan bahwa hampir sepertiga plastik di dunia lolos dari program daur ulang dan menjadi sampah di alam bebas atau menyumbat infrastruktur dan biasanya berakhir di lautan (di samping itu masih banyak dampak negative penggunaan plastik sekali pakai bagi alam maupun kesehatan). Jika hal itu tidak segera ditanggulangi, WEF memprediksikan pada tahun 2050 jumlah sampah di lautan akan lebih banyak dari pada jumlah ikan.

Indonesia bahkan berada pada peringkat ke-dua di dunia sebagai Negara penghasil sampah plastik ke laut terbanyak setelah Tiongkok. Data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebutkan plastik hasil dari 100 toko anggota Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) dalam waktu satu tahun saja, sudah mencapai 10,95 juta lembar sampah kantong plastik. Jumlah itu setara dengan area seluas 65,7 hektar atau sekitar 60 kali luas lapangan sepak bola. Perlu diingat sejumlah sampah kantong plastik tersebut baru berasal dari 100 toko dari ratusan ribu toko yang ada di Indonesia.

Kepadatan penduduk bisa menjadi faktor pendukung kerusakan lingkungan sekaligus terwujudnya alam Indonesia yang indah, bersih, asri dan lestari dambaan bumi pertiwi. Kuncinya ada pada kesadaran akan peduli lingkungan dan kerelaan untuk mengamalkan penghayatan peduli lingkungan dengan perubahan sikap tertentu. Jika setiap penduduk (yang jumlahnya banyak di Indonesia) memiliki kunci itu, maka akan terwujud alam Indonesia yang indah, bersih, asri dan lestari.

Banyak yang mengaku sebagai Pecinta Alam tapi perilakunya kurang mecerminkan cintanya pada alam. Bukankah cinta berarti peduli, menyayangi dan melindungi? Ataukah saya salah dalam mendefinisikan cinta? Atau mungkin telah terjadi redefinisi terhadap cinta? Berikut adalah beberapa cara sederhana mencintai alam Indonesia.

Pertama, hindari penggunaan Styrofoam saat membeli makanan atau minuman dengan membawa tempat makan atau tempat minum sendiri. Selain membantu mengurangi penggunaan (reduce) styrofoam, kita dapat mencegah resiko kesehatan dari penggunaan styrofoam.

Kedua, gunakan tas belanja pribadi yang bisa digunakan kembali (reuse) yang terbuat dari kain. Kenapa harus berbahan kain? Karena kain lebih kuat dan ramah lingkungan dari pada plastik atau kertas. Jika tidak bisa dihindari penggunaan plastik misalnya untuk membungkus ikan basah gunakan kantong plastik yang ramah lingkungan dan biodegradable, atau gunakan wadah (container, contoh tupperware) kedap air yang bisa digunakan kembali.

Ketiga, gunakan botol minum pribadi yang dapat digunakan kembali (reuse) untuk mengurangi penggunaan (reduce) botol plastik sekali pakai.

Keempat, gunakan barang-barang kemasan isi ulang seperti pulpen isi ulang, sabun, kecap, saus kemasan isi ulang dsb. Menggunakan barang isi ulang dapat mengurangi penggunaan (reduce) plastik minimal 50%.

Kelima, gunakan pensil mekanik. Untuk membatasi penebangan pohon sebagai bahan dasar pensil kayu, kita dapat menggunakan pensil mekanik yang terbuat dari plastik. Walaupun terbuat dari plastik tetapi kita hanya membeli cangkangnya sekali untuk kemudian diisi ulang pensilnya tanpa perlu meraut kayu dan membuangnya.

Keenam, gunakan lap tangan kain. Alih-alih menggunakan tissue yang diproduksi harus dengan menebang pohon, kita bisa beralih pada lap tangan kain yang selalu dapat digunakan kembali.

Terakhir tapi tidak kalah penting adalah kenali negerimu, cintai negerimu. Mari kita mulai dari diri sendiri, mulai dari hal yang kecil (sederhana) dan mulai dari sekarang untuk dambaan bumi pertiwi niscaya.


Annisa Senja Rucita
Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Unhas


4 komentar: