Indonesia adalah negeri yang
dianugerahi alam indah dengan sumber daya alamnya yang beragam nan berlimpah.
Tempat bagi 25% aneka spesies dunia hidup dan berkembang biak. Juga merupakan
tempat di mana langit biru, air jernih, udara segar, angin sejuk dan hangatnya
sinar mentari berada. Tak heran bangsa asing sering dibuat mabuk kepayang
olehnya. Namun tingkat kesadaran peduli lingkungan yang rendah dan berbagai faktor
lain, termasuk kepadatan penduduk, membuat alam Indonesia rentan mengalami
kerusakan.
Dewasa ini, penggunaan styrofoam di
Indonesia kian marak. Mulai dari restoran sampai ke penjaja makanan di pinggir
jalan menggunakan bahan ini untuk membungkus makanan atau minuman mereka. Di
antara alasannya yaitu tidak mengetahui bahaya styrofoam, lebih
praktis, tampilannya lebih baik dan tidak ada keluhan dari pelanggan. Padahal
di balik penggunaan kemasan itu ada bahaya besar yang mengancam baik bagi alam
maupun bagi kesehatan.
Data EPA (Enviromental
Protection Agency) di tahun 1986 menyebutkan, limbah berbahaya yang
dihasilkan dari proses pembuatan Styrofoam sangat
banyak. Hal itu menyebabkan EPA mengategorikan proses pembuatan Styrofoam sebagai
penghasil limbah berbahaya ke-5 terbesar di dunia. Selain itu, proses pembuatan
Styrofoam melepaskan
57 zat berbahaya ke udara dengan bau yang tak sedap dan dapat mengganggu
pernapasan. Styrofoam
yang sudah jadi berbahaya karena terbuat dari butiran-butiran styrene yang
diproses dengan menggunakan benzana (alias benzene). Padahal
benzana termasuk zat yang bisa menimbulkan masalah pada kelenjar tiroid,
mengganggu system syaraf sehingga menyebabkan kelelahan, mempercepat detak
jantung, sulit tidur, badan menjadi gemetaran, dan menjadi mudah gelisah. Pada
beberapa kasus, benzana bahkan bisa mengakibatkan hilang kesadaran dan
kematian. Saat benzana termakan, zat ini akan masuk ke sel-sel darah dan
perlahan-lahan akan merusak sumsum tulang belakang. Akibatnya produksi sel
darah merah berkurang dan timbulah penyakit anemia. Efek lainnya, system imun
akan berkurang sehingga si pengonsumsi mudah terinfeksi bakteri atau virus
penyakit. Pada wanita, zat ini berakibat buruk terhadap siklus menstruasi dan
mengancam kehamilan. Zat ini juga telah terbukti dapat memicu kanker payudara
dan kanker prostat, sehingga beberapa lembaga dunia seperti World Health
Organization’s International Agency for Research on Cancer dan EPA (Enviromental
Protection Agency) telah mengategorikan Styrofoam sebagai
bahan karsinogen (bahan yang dapat menyebabkan kanker).
Plastik kresek berikut kemasan-kemasan plastik
lainnya pun tidak mau kalah mendominasi daftar sampah yang sulit didegradasi
oleh alam. Menurut Mark Loch, peneliti dari University of Hull,
saat ini manusia menghasilkan 300 juta ton sampah plastik setiap tahunnya. World Economic Forum
(WEF) bahkan memperingatkan bahwa hampir sepertiga plastik di dunia lolos dari
program daur ulang dan menjadi sampah di alam bebas atau menyumbat
infrastruktur dan biasanya berakhir di lautan (di samping itu masih banyak
dampak negative penggunaan plastik sekali pakai bagi alam maupun kesehatan).
Jika hal itu tidak segera ditanggulangi, WEF memprediksikan pada tahun 2050 jumlah sampah di lautan akan lebih banyak
dari pada jumlah ikan.
Indonesia bahkan berada pada peringkat ke-dua di dunia sebagai
Negara penghasil sampah plastik ke laut terbanyak setelah Tiongkok. Data dari
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebutkan plastik hasil
dari 100 toko anggota Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) dalam waktu
satu tahun saja, sudah mencapai 10,95 juta lembar sampah kantong plastik.
Jumlah itu setara dengan area seluas 65,7 hektar atau sekitar 60 kali luas
lapangan sepak bola. Perlu diingat sejumlah sampah kantong plastik tersebut baru
berasal dari 100 toko dari ratusan ribu toko yang ada di Indonesia.
Kepadatan penduduk bisa menjadi faktor
pendukung kerusakan lingkungan sekaligus terwujudnya alam Indonesia yang indah,
bersih, asri dan lestari dambaan bumi pertiwi. Kuncinya ada pada kesadaran akan
peduli lingkungan dan kerelaan untuk mengamalkan penghayatan peduli lingkungan
dengan perubahan sikap tertentu. Jika setiap penduduk (yang jumlahnya banyak di
Indonesia) memiliki kunci itu, maka akan terwujud alam Indonesia yang indah, bersih,
asri dan lestari.
Banyak yang mengaku sebagai Pecinta
Alam tapi perilakunya kurang mecerminkan cintanya pada alam. Bukankah cinta
berarti peduli, menyayangi dan melindungi? Ataukah saya salah dalam
mendefinisikan cinta? Atau mungkin telah terjadi redefinisi terhadap cinta?
Berikut adalah beberapa cara sederhana mencintai alam Indonesia.
Pertama, hindari penggunaan Styrofoam saat
membeli makanan atau minuman dengan membawa tempat makan atau tempat minum
sendiri. Selain membantu mengurangi penggunaan (reduce) styrofoam, kita
dapat mencegah resiko kesehatan dari penggunaan styrofoam.
Kedua, gunakan tas belanja pribadi
yang bisa digunakan kembali (reuse) yang
terbuat dari kain. Kenapa harus berbahan kain? Karena kain lebih kuat dan ramah
lingkungan dari pada plastik atau kertas. Jika tidak bisa dihindari penggunaan
plastik misalnya untuk membungkus ikan basah gunakan kantong plastik yang ramah
lingkungan dan biodegradable,
atau gunakan wadah (container, contoh
tupperware) kedap air yang bisa digunakan kembali.
Ketiga, gunakan botol minum pribadi
yang dapat digunakan kembali (reuse) untuk
mengurangi penggunaan (reduce) botol
plastik sekali pakai.
Keempat, gunakan barang-barang kemasan
isi ulang seperti pulpen isi ulang, sabun, kecap, saus kemasan isi ulang dsb.
Menggunakan barang isi ulang dapat mengurangi penggunaan (reduce) plastik
minimal 50%.
Kelima, gunakan pensil mekanik. Untuk
membatasi penebangan pohon sebagai bahan dasar pensil kayu, kita dapat
menggunakan pensil mekanik yang terbuat dari plastik. Walaupun terbuat dari
plastik tetapi kita hanya membeli cangkangnya sekali untuk kemudian diisi ulang
pensilnya tanpa perlu meraut kayu dan membuangnya.
Keenam, gunakan lap tangan kain.
Alih-alih menggunakan tissue yang diproduksi harus dengan menebang pohon, kita
bisa beralih pada lap tangan kain yang selalu dapat digunakan kembali.
Terakhir tapi tidak kalah penting
adalah kenali negerimu, cintai negerimu. Mari kita mulai dari diri sendiri,
mulai dari hal yang kecil (sederhana) dan mulai dari sekarang untuk dambaan
bumi pertiwi niscaya.
Annisa Senja Rucita
Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Unhas
keren...
BalasHapusKonten dan tata bahasanya gimana kak?
BalasHapusSuka banget sama kalimat awal diparagraf ke 7.
BalasHapusHehe makasih :*
BalasHapusKalau menurut kamu cinta itu gimana?